Pewakaf tanah abadi untuk Rakyat Aceh
HABIB BUGAK AL-ASYI
Syekh munir menyebutkan habib adalah gelar untuk sayyid atau keturunan Rasulullah SAW yang umum digunakan di Makkah. Sementara Bugak Asyi adalah nama sebuah daerah dikerajaan aceh pada tahun 1800 M, bugak asyi dalam bahasa arab artinya daerah bugak dalam wilayah aceh, menurut peneliti lebih memilih bugak lebih condong memilih bugak yang masuk wilayah peusangan, Matang geulumpangdua kab. Bireun sekarang. Habib Bugak Al-asyi yang memiliki nama lengkap Habib Abdurrahman Bin Alwi Al-Habsyi. Ialah sosok yang demawan yang mewakafkan tanahnya untuk digunakan warga aceh ketika pergi berhaji atau menempuh pendidikan ditanah suci. Tanggal, bulan dan tahun kelahiran Habib Abdurrahman bin Alwi Al-Habsyi secara rinci sampai sekarang belum didapatkan, baik pada dokumen-dokumen yang tersimpan ataupun dari nara sumber.
Pewakaf tanah abadi untuk orang Aceh di Makkah
Pada tahun 1223 H Habib Bugak datang ke Makkah dan membeli tanah sekitar daerah Qusyasyiah yang sekarang berada di sekitar Bab Al fath (antara marwah dan masjid haram). Namun kemudian, pemerintah Arab Saudi pada masa Raja Malik Sa’ud bin Abdul Aziz, melakukan pengembangan mesjidil Haram. Tanah wakaf Habib bugak untuk masyarakat aceh terkena proyek tersebut. Rumah Habib Bugak digusur dengan pemberian ganti rugi. Badan pengelola tanah wakaf itu kemudian menggunakan uang tersebut untuk membeli dua lokasi lahan yakni di daerah Ajyad sekitar 500 dan 700 meter dari Masjidil Haram. Kedua tanah ini kemudian menjadi aset wakaf. Lahan pertama dengan jarak 500 meter dari Masjidil Haram dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 350-an unit. Di lahan kedua dengan jarak 700 meter dari Haram, dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 1.000 unit. Dari keuntungan lainnya, Nazhir membeli dua areal lahan seluas 1.600 meter persegi dan 850 meter persegi di Kawasan Aziziah. Pada tahun 2009 di kedua lahan ini dibangun pemondokan khusus untuk jamaah asal Aceh. Hasil keuntungan pengelolaan haRta wakaf inilah yang sejak tahun 2006 dibagikan ke jamaah haji asal Aceh. Pada tahun 2008, Pemerintah Aceh menerima sekitar Rp14,54 miliar dari Baitul Asyi sebagai uang pengganti sewa rumah bagi 3.635 jamaah haji asal Aceh. Per jamaah mendapat sekitar Rp4 juta-an.
Selain mewakafkah hartanya, Habib Abdurrahman bin Alwi bin Syekh Al-Habsyi atau Habib Bugak Asyi sejatinya juga salah seorang tokoh Aceh yang memiliki peranan penting dalam sejarah rekonsiliasi masyarakat Aceh. Terutama saat terjadinya ketegangan yang timbul pada awal abad ke 18 Masehi. Ketegangan tak terlepas dari pemberhentian Sultanah Kamalat Ziatuddinsyah pada tahun 1699 yang digantikan oleh suaminya Sultan Badrul Alam Sayyid Ibrahim Syarif Hasyim Jamaluddin Syah Jamalullayl (1699-1702) atas fatwa dari Ketua Mufti Syarief Mekkah setelah wafatnya Mufti-Qadhi Malikul Adil Maulana Syiah Kuala.
Habib Abdurrahman Al-Habsyi Bugak juga seorang ulama faqih, sufi dan seorang bentara-laksamana serta pemimpin masyarakat yang dipercaya oleh Sultan Aceh sebagai Teuku Chik yang kekuasaannya terbentang dari desa-desa di sekitar Jeumpa, Peusangan, Monklayu, Bugak sampai Cunda dan Nisam. Sampai akhir hayatnya Habib Abdurrahman Al-Habsyi berdakwah dan memimpin masyarakatnya, dan beliau sendiri bermukim di Bugak dan Monklayu. Di akhir hayatnya, beliau mewasiatkan agar dikebumikan di Pante Sidom, sebuah daerah perkebunan dipinggiran Bugak, yang sampai sekarang masih menjadi kemukiman Bugak Kecamatan Jangka, Kabupaten Bireuen. Menurut hasil penelitian tim, secara geografis, sampai saat ini tidak ada nama Bugak dengan kegemilangan sejarahnya pada abad 17 – 19 M di Aceh.
Penulis : Muhammad Farid
Leave a reply